Jenis Terumbu Karang di Gili Sulat dan Gili Lawang Kec. Sambelia Kab. Lombok Timur - NTB
Rabu, 05 September 2012
Proposal Penelitian
STUDI KERAGAMAN JENIS IKAN HIAS PADA EKOSISTEM TERUMBU
KARANG
DI WILAYAH PERAIRAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD)
GILI SULAT DAN GILI LAWANG DESA SUGIAN KECAMATAN SAMBELIA
KABUPATEN LOMBOK TIMUR
PROPOSAL PENELITIAN
OLEH :
MARYUNANI APYANTO. D
NPM. 2555 1000 FI08
JURUSAN PEMANFAATAN
SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN
UNIVERSITAS GUNUNG RINJANI
TAHUN 2012
LEMBAR
PENGESAHAN
Judul Rencana Penelitian : Studi Keragaman Jenis Ikan hias pada
Ekosistem Terumbu Karang di Wilayah Perairan Kawasan Konservasi Laut Daerah
(KKLD) Gili Sulat dan Gili Lawang Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur
Provinsi Nusa
Tenggara Barat.
Nama
Mahasiswa : MARYUNANI APYANTO. D
NPM : 2555
1000 FI 08
Jurusan :
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
OKTOVA MALA
PUTRA, S.Pi RIA AZHARI, S.Pi.
Tanggal : Tanggal :
Mengetahui :
Dekan Fakultas Perikanan
UGR,
M.
TASYWIRUDDIN,S.Pi, M.Si
Tanggal :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah S.W.T yang menganugerahkan kepada kita semua sumberdaya perikanan dengan
potensi yang bernilai tinggi, untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan serta
sebagai upaya dalam menjaga kelestariannya.
Sehubungan dengan itu penulis menyusun proposal yang berjudul “Studi Keragaman Jenis Ikan hias pada
Ekosistem Terumbu Karang di Wilayah Perairan Kawasan Konservasi Laut Daerah
(KKLD) Gili Sulat dan Gili Lawang Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur
Provinsi Nusa
Tenggara Barat.”.
Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak
yang telah membantu kelancaran penyusunan Proposal ini terutama ditujukan
kepada Yth :
1.
Bapak M. Tasywiruddin, S.Pi, M.Si selaku
Dekan Fakultas Perikanan Universitas Gunung Rinjani
2.
Bapak Oktova Mala Putra, S.Pi selaku
Dosen Pembimbing I
3.
Bapak Ria Azhari, S.Pi. selaku Dosen
Pembimbing II
Yang telah meluangkan waktunya dan
dengan penuh perhatian serta kesabaran dalam membimbing penyusunan proposal penelitian
ini hingga selesai.
Sangat disadari
proposal ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu diharapkan kritik
dan saran yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan proposal ini. Akhirnya,
semoga proposal ini bermanfaat bagi penulis khususnya maupun orang lain pada
umumnya.
Selong, 2012
Penulis
DAFTAR ISI
|
|
Halaman
|
||||
HALAMAN JUDUL ………………………………………………..................
|
i
|
|||||
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………….
|
ii
|
|||||
KATA PENGANTAR ………………………………….………………...
|
iii
|
|||||
DAFTAR ISI ………………………………………………....................
|
iv
|
|||||
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………................
|
v
|
|||||
I.
|
PENDAHULUAN ………………………………………………….............
|
|
||||
|
1.1
|
Latar belakang ………………………………………………………….
|
1
|
|||
|
1.2
|
Perumusan masalah ……………………………………………...........
|
4
|
|||
|
1.3
|
Tujuan dan manfaat penelitian …………………………………...........
|
5
|
|||
|
1.4
|
Hipotesa ……………………………………...…………………………………
|
5
|
|||
II.
|
TINJAUAN
PUSTAKA …………………………………………………….
|
|
||||
|
2.1
|
Ikan Hias Laut ……………………………….…………………………
|
6
|
|||
|
2.2
|
Ekosistem Terumbu Karang …………………………………………..…
2.2.1 Bentuk Pertumbuhan Karang ……………………………………
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan karang …………………..
|
10
12
13
|
|||
III.
|
MATERI
DAN METODE PENELITIAN ………………………………….
|
|
||||
|
3.1
3.2
|
Materi Penelitian ………………………………………………..
1.1.1 Sarana
dan prasarana yang digunakan dalam Penelitian …………
1.1.2 Tempat
dan Waktu Penelitian …………………………….………
Metode Penelitian ……………………………………………………….
|
14
14
14
15
|
|||
|
3.3
|
Metode Pengambilan Data …………………………………………..
|
15
|
|||
|
3.4
|
Analisis Data ………………………………………………………
3.4.1 Analisa Keragaman (Diversity)
………………………………….
3.4.2 Analisa Keseragaman …………………………………………….
3.4.3 Analisa Ketidaksamaan (Dismilaritas)
dan Kesamaan (Similaritas) ………………………
3.4.4 Analisa Dominasi (Dominancy Indeks)
………………………….
3.4.4 Asosiasi …………………………………………………………...
|
16
16
17
17
18
18
|
|||
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….
|
20
|
|||||
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
:
1.
|
Format Tabel pencataan hasil
Pengamatan Jenis Ikan Hias pada Stasiun Transek selama
penelitian ………………………………………………
|
22
|
2.
|
Tabel Jadwal Kegiatan Penellitian
……………………………………...
|
23
|
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
|
Keragaman spesies ikan hias pada
ekosistem terumbu karang ………
|
9
|
2.
|
Format Tabel pencataan hasil
Pengamatan Jenis Ikan Hias pada Stasiun Transek selama
penelitian ……………………………………
|
22
|
3.
|
Tabel Jadwal Kegiatan Penellitian
……………………………………
|
23
|
I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kawasan
pesisir dan laut Indonesia memiliki potensi dan keanekaragaman hayati tertinggi
di dunia (mega biodiversity) dan
termasuk dalam kawasan CTC (Coral
Triangle Center). Tingginya potensi dan keanekaragaman hayati tersebut baik
dalam bentuk keanekaragaman genetik, spesies maupun ekosistem merupakan aset
yang sangat berharga, untuk menunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Tingginya
keanekaragaman hayati perairan tersebut dapat memberikan manfaat bagi
lingkungan dan kesejahteraan rakyat Indonesia bila dikelola secara optimal dan
berkelanjutan dengan memperhatikan karakteristik dan daya dukung (carrying
capacity) lingkungan, serta mengacu pada setiap peraturan dan
perundang-undangan yang telah ditetapkan.
Keragaman
spesies ikan hias, baik ikan hias air laut maupun air tawar adalah
salah satu kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia. Dari 650 spesies ikan hias air laut, 480
spesies sudah teridentifikasi dan 200 spesies diperdagangkan. Ikan hias air laut Indonesia memiliki pangsa pasar di
dunia internasional sebesar 20 % (Poernomo,
2008).
Indonesia
terkenal kaya dengan terumbu karang yang merupakan habitat berbagai jenis ikan
konsumsi maupun ikan hias. Sampai saat
ini sebagian besar ikan hias laut Indonesia hasil tangkapannya diekspor ke Luar
Negeri dan menjadi sumber devisa Negara.
Negara tujuan ekspor ikan hias laut masih terbatas dibeberapa Negara
seperti Singapura, Malaysia, hongkong, Taiwan China dan sebagian ke Eropa. Untuk perluasan pasar ekspor, diperlukan
penyebaran informasi mengenai ikan hias laut Indonesia lebih intensif (Anonymous, 2003).
Perairan
laut Indonesia yang sangat luas tersebut, menyimpan potensi Sumberdaya
Perikanan yang sangat besar, tetapi secara umum tingkat pemanfatan Sumberdaya
Perikanan laut tersebut masih relative rendah.
Potensi ikan laut Indonesia adalah sekitar 6,7 juta ton pertahun, namun
secara umum pemanfaatannya baru mencapai 62 % dan tidak merata di semua daerah
(Anonymous, 1999).
Diperkirakan bahwa luas terumbu
karang yang ada di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2,
yang tersebar luas dari bagian barat sampai di perairan kawasan timur Indonesia
(Walter, 1994). Diperkirakan sekitar dua per tiga garis
pantai Indonesia yang sangat panjang itu dilidungi oleh Terumbu Karang, empat
macam tipe struktur terumbu karang yang umum dijumpai di Indonesia adalah
terumbu karang tepi (Friagging Reef),
terumbu karang penghalang (Brrier Reef),
terumbu karang cicin atau Atol (Atoll)
dan terumbu karang takat (Pacth Reef). Diantara keempat struktur terumbu karang
tersebut, terumbu karang tepi merupakan tipe yang paling umum.
Hewan karang merupakan bagian dari
terumbu karang sudah cukup lama dimanfaatkan sebagai komoditi perdagangan, baik
untuk pasar domestic maupun untuk ekspor.
Karang hidup dipakai sebagai penghias aquarium, pengambilannya dilakukan
oleh para nelayan dibeberapa daerah yang memiliki potensi terumbu karang yang
cukup besar dan mudah dijangkau (Anonymous,
1998).
Perairan Nusa Tenggara
Barat merupakan Provinsi yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar
dan bervariasi baik yang terdapat di daratan maupun di perairan. Salah satu potensi yang memiliki nilai
ekonomi, ekologi dan estetis yang sangat potensial pada perairan adalah Klas
kerang – kerangan, kelas Ikan dan terumbu karang.
Gili Sulat dan Gili
Lawang berada di wilayah Administratif Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok
Timur, merupakan kawasan perairan yang sudah ditetapkan sebagai Kawasan
Konservasi Laut Daerah (KKLD) yang memiliki vegetasi mangrove, padang lamun dan
terumbu karang. Gili
Lawang dan Gili Sulat, adalah salah satu kawasan yang mempunyai potensi terumbu
karang yang potensial untuk dikembangkan. Terumbu karang yang potensial ini
merupakan salah satu ekosistem yang mendukung kehidupan ikan karang dan biota
laut lainnya.
Menurut
Oktova P.M (2006) menyatakan bahwa
terumbu karang dalam kondisi masih baik yang ada di Gili Sulat yang didominasi
dari jenis karang bercabang (Acropora),
dan kelimpahan ikan sangat tingi.
Sedangkan di Gili Lawang memiliki tutupan karang sangat luas dan tebal
yang didominasi dari jenis Acropora
polifera dan karang batu jenis
Goniopora lobata, disamping itu pula memiliki kelimpahan ikan hias jenis Belonopera chabanuadi, Ikan merah (Priacanthus hamrur), Symporus nematophorus dan Carangoides.
Dari
semua potensi yang dimiliki kedua Gili tersebut yaitu Gili Sulat dan Gili
Lawang, maka selain sebagai Kawasan konservasi dapat juga dijadikan sebagai
kawasan ekowisata agar pemanfaatannya secara berkelanjutan (sustainable) dan
akan tetap terjaga kelestariannya.
1.2
Perumusan
Masalah
Terumbu
karang merupakan ekosisitem yang sangat kompleks dan produktif dengan
keanekaragaman jenis biota yang sangat tinggi.
Melihat
besarnya manfat keberadaan terumbu karang, maka keragaman jenis ikan hias yang
berada pada ekosistem terumbu karang yang berfungsi sebagai penarik pariwisata
terutama wisata bawah air di Wilayah Perairan Kawasan Konservasi Laut Daerah
(KKLD) Gili Sulat dan Gili Lawang Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur, belum
adanya data yang pasti tentang keragaman jenis ikan hias yang hidup di ekosistem
tersebut. Keberadaan ikan hias sangat
tergantung dari kepadatan dan daerah tutupan karang, selain itu juga di
pengaruhi oleh jenis karang diantaranya, jenis karang bercabang (Branching), karang meja (Tabulate), karang padat (Massive), karang campuran tapi tutupan
karang penuh dan karang bercampur tapi ada mushroom (jamur).
1.3
Tujuan
dan Manfaat Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman jenis ikan hias yang
hidup di terumbu karang. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemahaman pada penulis sendiri dan bagi
kalangan luas, serta disamping sebagai kawasan konservasi dapat juga dijadikan
sebagai kawasan ekowisata bagi pencinta diving dan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar.
1.4
Hipotesis
Untuk
lebih mengarahkan penelitian ini, maka diajukan hipotesis sebagai berikut :
Ho : Diduga tidak terdapat perbedaan keragaman
jenis ikan hias yang berada pada ekosisitem terumbu karang.
Hi : Diduga terdapat perbedaan keragaman jenis
ikan hias yang berada pada ekosisitem terumbu karang.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ikan
Hias Laut
Ikan
hias merupakan species ikan yang senang hidup di daerah terumbu karang yang
memiliki warna dan bentuk yang unik dan beraneka ragam. Ikan hias umumnya kecil dengan panjang kurang
dari 30 cm dan hidupnya relatif tidak berpindah – pindah (Sedentary) dibandingkan dengan vertebrata lain yang sama
ukurannya. Salah satu faktor penyebab
sifat demikian adalah bahwa mereka hidup pada lingkungan yang sangat struktur
akibat bentuk arsitektur terumbu karang yang kompleks, sehingga dari meter ke
meter struktur lingkungan fisiknya sangat berbeda (Anonymous, 1997).
Menurut
Malikusworo. H, 1997, mengatakan
bahwa Ikan hias merupakan hewan air yang bertulang keras (Teleostei) dari Ordo Perciformies.
Dalam sejarah evolusinya, Ordo ini berkembang pada zaman Tersier. Kelompok yang paling karakteristik dilihat
dari beberapa aspek yang kaitannya sangat erat dengan lingkungan terumbu karang
adalah ;
1. Tiga
famili yang masuk dalam Sub Ordo Labridae ; Ikan Cina – cina (Labridae), Ikan Kakak Tua (Scarldae), dan Ikan Betok (Pomacenridae).
2. Tiga
famili yang termasuk Sub Ordo Acanthuroldae ; Ikan Butana (Acanthuroldae), Ikan Baronag (Singanidae), dan Ikan Bendera (Zanclidae).
3. Dua
famili yang termasuk Sub Ordo Chaetodontoidae ; Ikan Kepe – kepe (Chaetodontoidae) dan Ikan Kambing –
kambing (Pomacantidae).
4. Dua
famili Ikan Gelodok; Blennidae dan Gobildae yang mencirikan sangat kuat
sifat ikan demersal dan menetap.
5. Satu
famili Ikan Beseng (Apogonidae), yang
aktif pada malam hari (Nocturnal) dan
memangsa hewan – hewan invertebrata dan ikan – ikan kecil.
6. Tiga
famili yang termasuk Ikan Buntel (Ostraclidae),
Ikan Pokol (Balestidae), dan Tetraodontidae, yang walaupun jumlahnya
sedikit tetapi sangat menonjol karena bentuk dan warnanya.
Pada
umumnya ikan hias mengalami 2 (dua) fase daur hidupnya yaitu, Fase Pelagis
sebagai larva dan Fase Demersal setelah tumbuh menjadi ikan muda dan
dewasa. Ikan hias sangat beragam dalam
hal ; dimana, kapan dan bagaimana mereka berproduksi. Sebagian besar melepaskan sperma dan telurnya
di lapisan air pertengahan (Mid water),
beberapa jenis meletakkan telurnya di suatu Substrat, beberapa jenis lainnya
membuat dan melindungi sarang demersalnya, dan ada beberapa jenis membawa
telurnya yang dibuahi di mulutnya hingga menetas. Satu jenis Ikan Betok (Acanthochromis polyacanthus) selalu berpasangan dan bersama – sama
menjaga sarangnya sampai telur – telurnya menetas untuk menjalani Fase Pelagis
(Robertson, 1973).
Ikan Tangkur (Syngnathidae) yaitu Tangkur Kuda dan Tangkur Buaya meletakkan
telurnya di kantong yang jantan dan satu species dari mereka menjalani
kehidupan monogamy yang dimungkinkan oleh sifat reproduksi sepeti ini (Thresher, 1985).
Menurut
Allen dan Steene (1994), jenis ikan
karang yang banyak mendominasi terumbu karang adalah l0 kelompok ikan (the big ten), yaitu Pomacentridae (Damselfishes),
Labridae (Wrasses), Chaetodontidae (Butterflyfishes), Pomacanthidae (Angelfishes),
Apogonidae (Cardinalfishes), Serranidae
(Grouper dan Basslets), Scaridae (Parrotfishes), Acanthuridae
(Surgeonfishes), Bleenidae (Blennies), dan
Gobiidae (Gobies).
Ikan karang yang
berperan sebagai indicator kesehatan suatu ekosistem terumbu karang diantaranya
adalah Famili Chaetodontidae (butterflyf,rshes).
Sedangkan
menurut Purnomo, dkk, 2003,
menyatakan bahwa di perairan Indonesia terdapat 28 famili Ikan Hias yaitu, Acanthuridae, Antennaridae, Apogonidae, Balistidae, Blenniidae, Callionymidae,
Carangidae, Centriscidae, Chaetodontidae, Ephippidae, Gobiidae, Grommistidae,
Labridae, Holocentridae, Malacantridae, Mullidae, Muraenidae, Ostracionidae,
Plectorhynchidae, Pomacanthidae, Pomancentridae, Pseudochromidae, Scaridae,
Scorpaenidae, Serranidae, Siganidae, Syngnathidae dan Tetraodontidae.
Keragaman
spesies ikan hias yang hidup pada terumbu karang dapat dilihat pada table 1
dibawah ini ;
Tabel 1. Keragaman
spesies Ikan Hias pada ekosistem terumbu karang.
NO
|
NAMA INDONESIA
|
NAMA LATIN
|
1.
|
Balong padang
|
Premnasbiaceluatus
|
2.
|
Botana lattersix
|
Parancanthurus
hephatus
|
3.
|
Botana naso
|
Naso
lituratus
|
4.
|
Botana kasur
|
Acanthurus
lineatus
|
5.
|
Botana kacamata
|
Acanthurus
glaucopreius
|
6.
|
Duscky chromis
|
Choromis
caudillas randali
|
7.
|
Enjiel BK
|
Centropyge
bicolour
|
8.
|
Giro pasir bali
|
Amphporton
bicinctus
|
9.
|
Kelinci putih
|
Malacanthus
smithii
|
10.
|
Klonfis biak
|
Amphiripion
percula
|
11.
|
Kuda laut kuning
|
Hippocampus
kuda
|
12.
|
Kepe bulan asli
|
Chaetodon
banneti
|
13.
|
Kepe falkula palsu
|
Chaetodon
lineolatus
|
14.
|
Kepe manyong biasa
|
Chelman
nostratus
|
15.
|
Kepe auriga
|
Chaetodon auriga
|
16.
|
Kepe tiker
|
Chaetodon vagabundus
|
17.
|
Kepe kalong
|
Chaetodon
collare
|
18.
|
Kepe pantasi Surabaya
|
Chaetodon
madagascarientis
|
19.
|
Keling kalong
|
Thalassoma
amblycephalum
|
20.
|
Kakak tua ijo
|
Scarus
gibus
|
21.
|
Layaran kuning
|
Hebniochus
acuminatus
|
22.
|
Piso – piso
|
Aleloliliscus
strigatus
|
23.
|
Sprongers demoiselle
|
Chryptera
springers
|
24.
|
Serajanata merah
|
Myrispitis
sp
|
25.
|
Triger liris
|
Balistapus
undulates
|
26.
|
Zebra Surabaya
|
Dascyllus
melsnurus
|
2.2
Ekosistem
Terumbu Karang
Terumbu karang adalah karang yang
terbentuk dari kalsium karbonat koloni kerang laut yang bernama polip yang
bersimbiosis dengan organisme miskroskopis yang bernama zooxanthellae. Terumbu
karang bisa dikatakan sebagai hutan tropis ekosistem laut. Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang
hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang sangat penting dan memiliki
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Biasanya tumbuh di dekat pantai di daerah tropis dengan temperatur
sekitar 21-300C. Beberapa tempat tumbuhnya terumbu karang adalah
pantai timur Afrika, pantai selatan India, Laut Merah, lepas pantai timur laut
dan baratl laut Australia hingga ke Polynesia. Terumbu karang juga terdapat di
pantai Florida, Karibia dan Brasil. Terumbu karang terbesar adalah Great Barier Reef di lepas pantai timur
laut Australia dengan panjang sekitar 2000 km. Terumbu karang merupakan sumber
makanan dan obat-obatan dan melindungi pantai dari erosi akibat gelombang laut.
Terumbu karang memberikan
perlindungan bagi hewan-hewan dalam habitatnya termasuk sponge, ikan (kerapu,
hiu karang, clown fish, belut laut, dll), ubur-ubur, bintang laut,
udang-udangan, kura-kura, ular laut, siput laut, cumi-cumi atau gurita,
termasuk juga burung-burung laut yang sumber makanannya berada di sekitar
ekosistem terumbu karang.
Ada dua jenis terumbu karang yaitu
terumbu karang keras (hard coral) dan
terumbu karang lunak (soft coral). Terumbu karang keras (seperti brain coral dan elkhorn coral) merupakan karang batu kapur yang keras yang membentuk
terumbu karang. Terumbu karang lunak
(seperti sea fingers dan sea whips) tidak membentuk karang. Terdapat beberapa tipe terumbu karang yaitu
terumbu karang yang tumbuh di sepanjang pantai di continental shelf yang biasa disebut sebagai fringing reef, terumbu karang yang tumbuh sejajar pantai tapi agak
lebih jauh ke luar (biasanya dipisahkan oleh sebuah laguna) yang biasa disebut
sebagai barrier reef dan terumbu
karang yang menyerupai cincin di sekitar pulau vulkanik yang disebut coral
atoll.
Pembentukan
terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks. Berkaitan dengan
pembentukan terumbu, karang terbagi atas dua kelompok yaitu karang yang
membentuk terumbu (karang hermatipik) dan karang yang tidak dapat membentuk
terumbu (karang ahermatipik). Kelompok pertama dalam prosesnya bersimbiosis
dengan zooxanthellae dan membutuhkan sinar matahari untuk membentuk bangunan
dari kapur yang kemudian dikenal reef
building corals, sedangkan kelompok kedua tidak dapat membentuk bangunan
kapur sehingga dikenal dengan non–reef
building corals yang secara normal hidupnya tidak tergantung pada sinar
matahari (Veron, 1986).
Pembentukan
terumbu karang hermatipik dimulai adanya individu karang (polip) yang dapat
hidup berkelompok (koloni) ataupun menyendiri (soliter). Karang yang hidup berkoloni membangun rangka kapur dengan
berbagai bentuk, sedangkan karang yang hidup sendiri hanya membangun satu
bentuk rangka kapur. Gabungan beberapa bentuk rangka kapur tersebut disebut
terumbu.
Formasi terumbu karang
mengikuti topografi yang dibentuk oleh proses geologi alam. Pemahaman mengenai
formasi terumbu karang memberikan informasi kecenderungan bentuk pertumbuhan
yang mendominasi suatu zona dengan memperhatikan faktor jarak ekosistem
terhadap daratan (pulau) ataupun terhadap laut lepas.
Charles
Darwin (1842) mengemukakan tiga perbedaaan formasi
yang dikenal dengan teori penenggelaman Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang
yang terdapat di sepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter.
Terumbu ini tumbuh ke permukaan dan ke arah laut terbuka.Terumbu karang
penghalang (Barrier Reefs), berada
jauh dari pantai yang dipisahkan oleh goba (lagoon) dengan kedalaman 40 – 70
meter. Umumnya terumbu karang ini memanjang menyusuri pantai. Atol (atolls), yang merupakan karang berbentuk
melingkar seperti cincin yang muncul dari perairan yang dalam, jauh dari
daratan dan melingkari gobah yang memiliki terumbu gobah atau terumbu petak.
2.2.1 Bentuk
Pertumbuhan Karang
Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni
yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang
dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus),
ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetik. Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu
terbagi atas karang Acropora dan non - Acropora (English et.al., 1994).
Perbedaan Acropora dengan non- Acropora terletak
pada struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang disebut axial koralit
dan radial koralit, sedangkan non-Acropora hanya memiliki radial koralit.
2.2.2 Faktor
yang Mempengaruhi Bentuk Pertumbuhan
Jenis karang yang dominan di suatu habitat
tergantung pada kondisi lingkungan atau habitat tempat karang itu hidup. Pada
suatu habitat, jenis karang yang hidup dapat didominasi oleh suatu jenis karang
tertentu. Pada daerah rataan terumbu biasanya didominasi karang-karang kecil
yang umumnya berbentuk masif dan submasif.
Lereng terumbu biasanya ditumbuhi oleh karang-karang
bercabang. Karang masif lebih banyak tumbuh di terumbu terluar dengan perairan
berarus. Gelombang berpengaruh terhadap perubahan bentuk koloni terumbu. Karang
yang hidup di daerah terlindung dari gelombang (leeward zones) memiliki bentuk percabangan ramping dan memanjang,
berbeda pada gelombang yang kuat (windwardzones)
kecenderungan pertumbuhan berbentuk percabangan pendek, kuat, merayap atau
submasif. Secara umum ada empat faktor dominan yang mempengaruhi bentuk
pertumbuhan, yaitu cahaya, tekanan hidrodinamis (gelombang dan arus), sedimen
dan subareal exposure.
III MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1
Materi
Penelitian
3.1.1
Sarana dan prasarana yang digunakan dalam Penelitian
·
Perahu, sebagai alat transfortasi
·
Alat Selam (Scuba Diving)
· Tali
Rafia, untuk membuat transek pada 10 (sepuluh) stasiun, yang dipasang
mengelilingi terumbu karang dengan ukuran transek 3 x 3 meter (panjang 3 meter
dan lebar 3 meter).
· Bambu,
sebagai patok tempat mengikat tali raffia dengan panjang 1,5 meter.
· Kain
(Tanda), digunakan sebagai tanda transek yang diikat pada tali raffia yang
mengelilingi terumbu karang.
· Pelampung
(Tanda), digunakan sebagai tanda untuk memudahkan pencarian transek.
· White
Box dan Pensil, digunakan untuk pencatatan data didalam air.
· Kamera
Bawah Air (Under Water Camera), digunakan untuk pengambilan gambar atau sebagai
alat dokumentasi saat penelitian.
·
GPS, untuk menentukan koordinat stasiun
transek.
·
Meter Rol, untuk mengukur jarak transek.
3.1.2
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
akan dilaksanakan di perairan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Gili Sulat,
Gili Lawang Desa Sugian Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok timur – Nusa
Tenggara Barat, pada bulan Mei sampai bulan Juni Tahun 2012.
3.2
Metode
Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah Metode Survey yaitu suatu metode dengan melakukan
pengamatan secara langsung di lapangan atau di lokasi penelitian (Suharsono, 1997).
3.3
Metode
Pengambilan Data
Dalam
pengambilan data pada penelitian ini adalah dengan mengunakan Metode Transek yaitu
suatu metode dengan meletakkan tali yang tegak lurus diatas permukaan terumbu
karang, ukuran transek diletakkan diatas terumbu karang mengikuti tali dengan
interval waktu 20 menit dan menentukan jenis ikan dan jumlah yang berbeda
didalam transek selama pengamatan (Suharsono,
1997). Ukuran transek yang digunakan
adalah 3 x 3 meter pada setiap stasiun dan dalam penelitian ini akan mengunakan
10 (sepuluh) stasiun, masing – masing 5
(lima) stasiun di Gili Sulat dan 5 (lima) stasiun di Gili Lawang, pada 5 (lima)
jenis terumbu karang yang berbeda yaitu, jenis karang bercabang (Branching), karang meja (Tabulate), karang padat (Massive), karang campuran tapi tutupan
karang penuh dan karang bercampur tapi ada mushroom (jamur), pengambilan data
dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada setiap stasiunnya.
3.4
Analisa
Data
3.4.1
Analisa Keragaman (Diversity)
Keragaman
komunitas ditandai dengan banyaknya jenis organisme yang membentuk komunitas
tersebut. Nilai Indeks Keragaman (H’)
menunjukkan distribusi individu – individu antara species yang menggambarkan
keseimbangan biologi dari species dalam komunitasnya. Semakin tingi nilai Indeks Keragaman
menunjukkan keseimbangan yang semakin baik.
Keragaman komunitas dihitung dengan menggunakan Indeks Shanon Wiener (Odum, 1994 dan Begen, 2000) yaitu ;
Dimana :
H’
S
Pi
Ni
N
|
=
Indeks Keragaman Shanon Wiener
=
Jumlah Taksa
=
ni/N
=
Jumlah Individu Jenis ke - 1
=
Jumlah Total Individu
|
H’
akan maksimum jika semua species/genus menyebar secara homogennya yaitu :
H’
maks = Log 2 S atau ln S
Nilai indeks keragaman kriterianya
sebagai berikut ;
H’ < 3,2
3,2 < H’ < 9,9
H’ > 9,9
|
=
Keragaman Populasi Kecil
=
Keragaman Populasi Sedang
=
Keragaman Populasi Besar
|
3.4.2 Analisa Keseragaman
Perbandingan antara
keragaman dengan keragaman maksimum dinyatakan sebagai keragaman populasi
(E). Rumus Indeks Keseragaman seperti
yang dinyatakan oleh Kreb dalam Yuspardianto, 1998 dan Begen D.G, 2000 adalah :
Nilai keseragaman suatu populasi akan berkisar
antara 0 – 1, dimana pembagian nilai tersebut menunjukkan komunitas sebagai
berikut ;
0,00 < E < 0,50 = Komunitas berada pada kondisi tertekan
0,50 < E < 0,75 = Komunitas berada pada kondisi labil
0,75
< E < 1,00 = Komunitas
berada pada kondisi stabil
Dari kisaran nilai di atas terlihat semakin kecil
nilai E, akan semakin kecil pula keseragaman populasi, yang berarti penyebaran
populasi tersebut didominasi oleh jenis organisme tertentu. Begitu pula
sebaliknya, semakin besar nilai E, populasi menunjukkan keseragaman yang tinggi
yaitu jumlah individu setiap jenis dapat dikatakan sama atau tidak berbeda (Legendre dan Legendre dalam Yuspardianto, 1998), dan dilanjutkan
dengan uji t untuk mengetahui adanya pengaruh jenis – jenis individu pada suatu
komunitas (Begen, D.G, 2000).
3.4.3 Analisa Ketidaksamaan (Dismilaritas) dan
Kesamaan (Similaritas)
Untuk mengetahui berbeda atau tidaknya suatu jenis
individu dan besar kecilnya kesamaan jenis individu pada suatu komunitas dapat
dihitung dengan menggunakan indeks Bray – curtis (Begen, D.G, 2000).
Kisaran
nilai Indeks Bray – curtis adalah antara 0 – 1, dimana semakin mendekati angka
0 maka Indeks disimilaritas tidak ada perbedaan dan indeks similaritas kecil,
sedangkan semakin mendekati nilai 1, menunjukkan disimilaritas yang berbeda dan
similaritas besar.
3.4.4 Analisa Dominasi (Dominancy Indeks)
Untuk mengetahui ada tidaknya suatu jenis individu
yang dominan pada suatu komunitas, dapat dihitung dengan menggunakan Indeks
Dominasi Simpson (Kreb dalam Yuspardianto, 1998), dengan rumus
sebagai berikut ;
Kisaran
nilai Indeks Dominasi adalah antara 0 – 1, semakin mendekati 0, maka Dominasi
yang terjadi semakin kecil atau tidak ada, sebaliknya semakin mendekati nilai 1
(satu) menunjukkan adanya Dominasi.
3.4.4 Asosiasi
Asosiasi antara dua jenis spesies/organisme disebut
Indeks Ochiai dengan pormula sebagai berikut ;
Dan
dilanjutkan dengan uji Khi kuadrat yang dibandingkan dengan table kontingesi. Jika Xt2 lebih besar
dari X2 tabel, maka Ho ditolak berarti ada asosiasi yang nyata dari
jenis karang bercabang (Branching),
karang meja (Tabulate), karang padat
(Massive), karang campuran tapi
tutupan karang penuh dan karang bercampur tapi ada mushroon (jamur).
DAFTAR
PUSTAKA
Allen
dan Steene, 1994. Marine Fishes of South – East Asia. Paeriplus. Westerm
Australia.
Anonymous,
1997. Pelatihan Metodologi Penelitian
Penentuan Kondisi Terumbu Karang
Anonymous,
1998. Pola Pemanfaatan Karang Hias
Secara Lestari.
Anonymous,
1999. Penataan Pemanfaatan Sumberdaya
Ikan dalam Kaitanya Dengan Koordinasi Pengelolaan. Direktorat Bina Sumber
Hayati, Ditjen Perikanan, Jakarta.
Anonymous,
2003. Laporan Survey Kondisi Terumbu
Karang Perairan Kabupaten Lombok Timur.
Begen,
D.G, 2000. Analisa Biofisik
Sumberdaya Pesisir, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB Bogor.
Charles Darwin, 1842
English et.al., 1994
Malikusworo.
H, 1997. Pengantar Studi Ekologi Komunitas Ikan Karang dan Metode
Pengkajiannya.
Odum,
1994. Dasar – dasar Ekologi.
Terjemahan T. Samingan, Gajah Mada University Press, Jakarta.
Oktova,
P.M, 2006. Tingkat
Keragaman Jenis Ikan Hias dengan Terumbu Karang yang Berbeda, Co-Fish Procekt. Lombok
Timur.
Poernomo, 2003. Ikan Hias Laut Indonesia, Balai Riset
Perikanan Laut, Jakarta
Robertson,
1973. Field Observation On The
Reproductive Bihaviour Of a Pomacantrid Fish, Aconfhochromispolyacanthus, Z.
Tierpsychol. 32: 319324.
Said
, R dan Zaid J, 1995. Pengantar Kapal
Perikanan Fakultas Perikanan Universitas Riau, Riau.
Suharsono,1997. Metode penelitian terumbu karang.
Thresher,
R.E, 1985. Distrubution, Abudance And
Reproductive Success In The coral Reef Fish Aconthochromis Polyancanthus. Ecology
66 : 11391150.
Veron, 1986
Walter, 1994. International Workshop On the
Trade In stony Coral.
Yuspardianto,
1998. Studi tentang efektifitas terumbu
karang buatan sebagai Fish aggregation device di perairan Pulau Sauh, Sumatera
Barat, Jakarta.
Lampiran 1. Format
Tabel pencataan hasil Pengamatan Jenis
Ikan Hias pada Stasiun Transek selama
penelitian.
Hari/Tanggal : ………………………………………..
Stasiun : …………………………………………
Lokasi :
…………………………………………
Ulangan Ke : …………………………………………
NO
|
SPESIES
|
|
|
TRANSEK
|
|
|
JUMLAH
|
|
|
Transek 1
|
Transek 2
|
Transek 3
|
Transek 4
|
Transek 5
|
|
1.
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Total
|
|
|
|
|
|
|
Lampiran 2. Tabel Jadwal Kegiatan Penelitian
No
|
Tahapan Kegiatan
|
Tahapan Pada
Bulan : ..............…………………. Minggu ke :
……………
|
|||||||||||||||||||
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
Juli
|
|||||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1.
|
Penyusunan Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Seminar Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Analisis Data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Penyusunan Skripsi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Ujian Skripsi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Langganan:
Postingan (Atom)