I.
PENDAHULUAN
Budidaya ikan laut di jaring apung (floating cages) di Indonesia
trgolong masih baru. Perkembangan budidaya secara nyata baru terlihat pada
sekitar tahun 1989 yang ditandai dengan keberhasilan UPT Perikanan melaksanakan
pemijahan / pembenihan sekaligus pembesaran ikan Kakap Putih (Lates calcarifer,
Bloch) di daerah Lampung untuk tujuan komersial. Upaya pengembangan budidaa
ikan laut, terutama dalam rangka menunjang pencapaian tujuan dan sasaran
pembangunan perikanan Pelita VI Nampak cukup cerah karena disamping didukung
oleh potensi sumberdaya yang cukup besar tersebar di beberapa Propinsi seperti;
Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Maluku, juga didukung oleh semakin
berkembangnya pemasaran ikan laut ke luar negeri (ekspor) maupun lokal.
Berkaitan dengan upaya pengembangan budidaya laut melalui pembuatan buku
Petunjuk Teknis Budidaya ikan laut merupakan sebagai salah satu jalan untuk
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan petani nelayan.
II. PERSYARATAN LOKASI DAN JENIS IKAN
Ketepatan pemilihan lokasi adalah salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan usaha budidaya ikan laut. Karena laut yang dimanfaatkan sebagai
lahan budidaya merupakan wilayah yang penggunaannya melibatkan sector lain
(Common property) seperti; perhubungan, pariwisata, dan lain-lain, maka
perhatian terhadap persyaratan lokasi tidak hanya terbatas pada faktor-faktor
yang berkaitan dengan kelayakan teknis budidaya melainkan juga factor
kebijaksanaan pemanfaatannya dalam kaitan dengan kepentingan lintas sektor.
Agar pemilihan lokasi dapat memenuhi persyarataan teknis sekaligus terhindar
dari kemingkinan pengaruh penurunan daya dukung lingkungan akibat pemanfaatan perairan
di sekitarnya oleh kegiatan lain, maka lokasi yang dipilih adalah yang memenuhi
kriteria, sebagai berikut:
NO
|
FAKTOR
|
PERSYARATAN
MENURUT KOMODITAS
|
||
KERAPU
|
KAKAP
PUTIH
|
KAKAP
MERAH
|
||
1
|
Pengaruh angin dan gelombang yang kuat
|
Kecil
|
Kecil
|
Kecil
|
2
|
Kedalaman air dari dasar kurung
|
5-7
m pada surut terendah
|
5-7
m pada surut terendah
|
7-10
m pada surut terendah
|
3
|
Pergerakan
air/arus
|
20-40
cm/detik
|
±20-40
cm/det
|
±20-40
cm/det
|
4
|
Kadar
garam
|
27-32
‰
|
27-32
‰
|
32-33
‰
|
5
|
Suhu
Air Pengaruh
|
28-30°C
|
28-30°C
|
28-30°C
|
6
|
Polusi
|
Bebas
|
Bebas
|
Bebas
|
7
|
Pelayaran
|
Tdk
menghambat
|
Tdk
menghambat
|
Tdk
menghambat
|
Jenis-jenis ikan laut yang dapat
dibudidayakan dipilih berdasarkan potensi sumber daya yang ada jenis ikan yang
sudah umum dibudidayakan serta teknologinya yang sudah dikuasai/dihasilkan
sendiri di Indonesia, guna untuk menghindari resiko kegagalan yang besar.
Jenis-jenis ikan yang dimaksud
adalah Kerapu Lumpur (Epinephalus tauvina), Kakap Putih (Lates
calcalifer, Bloch), Kakap Merah (Lutjanus malabaricus, Bloch &
Schaider).
III. PERSIAPAN SARANA BUDIDAYA
1) Kerangka/rakit
Kerangka
berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan, dapat terbuat dari bahab bambu,
kayu, besi bercat anti karat atau paralon. Bahan yang dianjurkan adalah bahan
yang relatif murah dan mudah didapati di lokasi budidaya. Bentuk dan ukuran rakit bervariasi
tergantung dari ukuran yang digunakan. Setiap unit kerangka biasanya terdiri
atas 4 (empat) buah kurungan.
2) Pelampung
Pelampung berfungsi untuk melampungkan seluruh saran budidaya termasuk rumah
jaga dan benda atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan.
Bahan pelampung dapat berupa drum plastik/besi atau Styrofoam (pelampung
strofoam). Ukuran dan jumlah pelampung yang digunakan disesuaikan dengan
besarnya beban. Sebagai contoh untuk menahan satu unit kerangka yang terdiri
dari empat buah kurungan yang masing-masing berukuran (3x3x3) m3 diperlukan
pelampung drum plastik/drum besi volume 200 liter sebanyak 9 buah, atau 11 buah
dengan perhitungan 2 buah, untuk menahan beban lain (10/4x9) buah ditambah 2
buah untuk menahan beban tambahan. Pelampung diikat dengan tali polyethyline
(PE) yang bergaris tengah 0,8-1,0 cm.
3) Kurungan
Kurungan
atau wadah untuk memelihara ikan, disarankan terbuat dari bahan polyethline
(PE) karena bahan ini disamping tahan terhadap pengaruh lingkungan juga
harganya relatif murah jika dibandingkan dengan bahanbahan lainnya. Bentuk
kurungan bujur sangkar dengan ukuran (3x3x3)m3. Ukuran mata jaring disesuaikan
dengan ukuran ikan yang dibudidayakan. Untuk ukuran ikan dengan panjang kurang
dari 10 cm lebar mata yang digunakan adalah 8 mm (5/16 inchi). Jika panjang
ikan berkisar antara 10-15 cm lebar mata jaring digunakan adalah 25 mm (1
inch), sedangkan untuk ikan dengan ukuran panjang 15-40 cm atau lebih digunakan
lebar mata jaring ukuran 25-50 mm (1-2 inch). Pemasangan kurungan pada kerangka
dilakukan dengan cara mengikat ujung tali ris atas pada sudut rakit. Agar
kurungan membentuk kubus/kotak digunakan pemberat yang diikatkan pada keempat
sudut tali ris bawah. Selanjutnya pemberat diikatkan ke kerangka untuk
mempermudah pekerjaan pengangkatan/penggantian kurungan untuk mencegah
kemungkinan lolosnya ikan atau mencegah serangan hewan pemangsa, pada bagian
atas kurungan sebaiknya diberi tutup dari bahan jaring.
4) Jangkar
Agar
seluruh saran budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh arus angin
maupun gelombang, digunakan jangkar. Jangkar dapat terbuat dari beton atau
besi. Setiap unit kurungan jaring apung menggunakan 4 buah jangkar dengan berat
antara 25-50 kg. Panjang tali jangkar biasanya 1,5 kali kedalaman perairan pada
waktu pasang tinggi.
IV. RANCANGAN TATA LETAK KERANGKA JARING APUNG
Pengaturan penempatan kerangka jaring apung harus mengacu kepada peraturan yang
telah dikeluarkan, dalam hal ini Kepres No. 23 Tahun 1982 tentang Pengembangan
Budidaya laut di Perairan Indonesia serta Petunjuk Pelaksanaannya yang telah
dikeluarkan Departemen Pertanian melalui SK. Mentan No. 473/Kpts/7/UM/7/1982.
Berdasarkan petunjuk pelaksanaan tersebut, pihak yang berwenang melaksanakan
pengatuaran penempatan kurungan jaring apung adalah Pemerintah Daerah setempat,
dalam hal ini yang bertindak senagai Instansi Teknis adalah Dinas Perikanan
setempat. Penempatan kerangka jaring apung diperairan disarankan tidak lebih
dari 10 (sepuluh) buah dalam satu rangkaian. Hal ini ditujukan untuk mencegah
terjadinya penumpukan/pengendapan sisa makanan atau kotoran ikan serta limbah
lainnya akibat terhambatnya arus, juga untuk memudahkan pengelolaan sarana dan
ikan peliharaan. Disamping itu, sedapat mungkin penempatan kerangka mengacu
kepada Rancangan Tata Ruang Satuan Pemukiman (RTSP) untuk memperoleh rancangan
menyeluruh yang efisien, memiliki aksessibilitas yang tinggi serta aman bagi
pelaksanaan kegiatan budidaya.
V. PENGELOLAAN KELOMPOK USAHA BERSAMA
1) Pengaturan Pola Tanam
Usaha
budidaya laut dengan skala besar selalu dihadapkan dengan kendala baik pada
saat memuai kegiatan dan pengelolaan maupun pemanenan dan pemasaran hasil.
Bentuk kendala dan permasalahan yang ditemui antara lain berupa sulitnya
memenuhi kebutuhan dan penampungan benih, saprodi dan tenaga kerja serta
pelemparan hasil ke pasar. Untuk itu dalam pelaksanaan kegiatan budidaya skala
besar perlu diterapkan pola tanam tertentu. Alternatif pola tanam yang akan
diterapkan oleh setiap KK adalah melakukan penanaman pada 1 unit kurungan
jaring apung yang terdiri dari 4 buah kurungan pada setiap minggu.
2) Pemasaran Hasil
Pemasaran hasil dari usaha budidaya yang dilakukan petani/nelayan merupakan
tanggung jawab Perusahaan Inti. Pelaksanaan budidaya (petani/nelayan) bersama
Perusahaan Inti menentukan kesepakatan harga jual hasil panen baik untuk lokal
maupun untuk ekspor.
VI. PENGELOLAAN SARANA DAN IKAN PELIHARAAN
1) Pengelolaan Sarana
Sarana
budidaya berupa kerangka/rakit, kurungan apung, pelampung dan lain-lain harus
mendapat perawatan secara berkala. Kendala yang biasa terjadi pada budidaya
jaring apung ini adalah pengotoran/penempelan oleh organisme penempel ini
seperti teritip , algae, kerang-kerangan dan lain-lain dapat terjadi pada semua
sarana budidaya yang terendam dalam air.
Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan
kurungan bertambah berat. Untuk menanggulangi organis penempel ini , dilakukan
pembersihan jaring secara periodik paling sedikit 1 bulan sekali atau
tergantung pada banyak sedikitnya organisme yang
menempel. Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan
beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan
algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau
menyemprot dengan air bertekanan tinggi.
2) Pengelolaan Ikan
Kegiatan
pengelolaan ikan yang dipelihara dikurungan adalah mengontrol dan mengawasi
ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari terjadinya pertumbuhan
yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan.
Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan itu
terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu
diperhatikan dan diusahakan jangan sampai terjadi stress (keteganan) dan
kerusakan fisik pada ikan.
VII. OPERASIONAL BUDIDAYA
1) Benih
Pemenuhan kebutuhan benih apabila belum dapat dipenuhi dari hasil pembenihan
yang ada, bisa dilakukan dengan cara menangkap dari perairan di sekitar lokasi
budidaya dan untuk itu dapat digunakan alat tangkap seperti bubu, pukat pantai,
sudu atau jala. Benih alam umumnya memiliki ukuran yang tidak seragam oleh
karena itu kegiatan penggolongan ukuran (grading) perlu dilakukan. Selain itu
proses aklimatisasi/penyesuaian iklim sebelum ikan dibudidayakan perlu
dilakukan untuk menghindarkan kematian akibat pengaruh lingkungan/habitat yang
baru.
2) Pendederan
Yang
dimaksud dengan pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih sampai uuran
tertentu hingga siap untuk dipelihara dikurungan pembesaran. Lamanya pendederan
tergantung dari ukuran awal, tingkat kepadatan dari benih yang dipelihara.
Sebagai contoh, untuk benih ikan Kakap putih yang berukuran kurang dari 10 cm
dengan padat penebaran 100-150 cm diperlukan waktu satu bulan pada kurungan
pendederan yang memiliki lebar mata8 mm (5/16 inch). Selanjutnya dipindahkan ke
kurungan pendederan yang memiliki lebar mata 25 mm (1 Inch) dengan kepadatan
40-60 ek/m2 selama 2-3 bulan.
3) Pembesaran
Benih
ikan yang sudah mencapai ukuran 50-75 gram/ekor dengan panjang 15 cm atau lebih
dari hasil pendederan, selanjutnya dipelihara dalam kurungan pembesaran yang
memiliki lebar mata jaring 25-50 mm (1-2 inchi) dengan kepadatan 15-25 ek/m3
dan waktu pemeliharaan dikurungan pembesaran berkisar antara 6-8 bulan.
4) Pakan
Pakan
adalah salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan dan moralitas ikan yang
dipelihara. Oleh kjarena itu masalah kuantitas dan kualitas dari pakan yang
diberikan layak dipenuhi. Ikan rucah (Trash fish) adalah jenis pakan yang biasa
diberikan untuk jenisjenis ikan laut buas (carnivora) Dalam hal ini ikan Kerapu
dan ikan Kakap yang dipelihara dikurungan apung. Jumlah pakan yang diberikan
tergantung dari ukuran ikan yang dibudidayakan. Pada tahap pendederan diberikan
pakan sebanyak 8-10% dari total berat badan/hari, sedangkan pada saat
pembesaran diberikan pakan sebanyak 3-5% dari total berat badan/hari.Rasio
konversi pakan (Food Convertion Ratio) yang akan diperoleh adalah 5:1 yang
berarti untuk mendapatkan penambahan berat 1 kg daging ikan diperlukan pakan sebanyak
5 kg. Frekuensi pemberian pakan tergantung pada ukuran ikan. Untuk larva dan
glondongan (juvenil), frekuensi pakan yang diberikan adalah 3-4 kali/hari.
Waktu pemberian pakan adalah pada siang hari.
VIII. PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT, DAN PANEN
Sejalan dengan perkembangan usaha budidaya ikan di laut,
muncul pula beberapa masalah yang dapat menggangu bahkan menghambat
perkembangan usaha tersebut misalnya hama dan penyakit ikan.
1) Hama
Hama yang menyerang pada usaha budidaya ikan laut lebih banyak disebabkan oleh
hewan pemangsa atau pengganggu lainnya. Hama dapat menyerang apabila kerusakan
pada sistem jaring-jaring yang dipergunakan sebagai kurungan pemeliharaan ilan.
Kerusakan tersebut mengakibatkan masuknya hewan penggangu atau pemangsa
lainnya seperi burung dan lingsang. Walaupun akibat yang ditimbulkan sangat
terbatas atau relatif kecil, namun hal tersebut tidak boleh diabaikan begitu
saja. Termasuk kerugian akibat adanya pencurian yang dilakukan oleh manusia.
2) Penyakit
Secara umum penyakit dapat diartikan sebagai gangguan dalam fungsi atau
struktur suatu organ atau bagian tubuh. Penyakit timbul dikarenakan satu atau
berbagai sebab baik berasal dari lingkungan maupun dari tubuh ikan itu sendiri.
Hal-hal yang menyebabkan ikan
terserang penyakit adalah:
- Cara perawatan yang kurang baik
- Makanan tidak cukup (giji dan jumlah)
- Kekurangan zat asam
- Perubahan suhu dan sifat-sifat air yang mendadak.
Gejala
ikan yang terserang penyakit antara lain: kelainan tingkah laku, kurang nafsu
makan, kelainan bentuk ikan, kelainan pada permukaan tubuh ikan. Penyakit
insang, anus tidak normal, mata tidak normal dll. Penyakit dapat dibagi menjadi
2 golongan bila dilihat dari penyebabnya.
a. Penyakit non Parasiter: adalah penyakit yang disebabkan oleh
faktorfaktor kimia dan fisika air yang tida cocok bagi ikan seperti: perubahan
salinitas air secara mendadak, polusi dan lain sebagainnya. Selain dari itu
bisa juga disebabkan oleh kekurangan makanan dan gizi yang buruk, serta stress
akibat penanganan yang kurang baik.
b. Penyakit Parasiter: Penyakit yang biasa menyerang ikan budidaya laut
adalah:
- Golongan virus
- Golongan bakteri
- Golongan crustacea
- Golongan cacing
- Golongan Protozoa
- Golongan jamur
Penanganan terhadap ikan sakit dapat dibagi atas 2 langkah yaitu:
a. Berdasarkan teknis budidaya:
Tindakan-tindakan yang dilakukan antara lain:
- menghentikan pemberian pakan terhadap ikan
- mengganti pakan dengan jenis yang lain
- memisah-misahkan ikan tersebut dalam beberapa komponen, sehingga
densitasnya menjadi rendah.
b. Berdasarkan terapi kimia:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah:
- memeriksa sensifitas dari masing-masing obat yang diberikan pada ikan.
- memperhatikan batas dari dosis masing-masing obat.
- Tidak memberikan obat sembarangan kepada ikan yang sakit.
Cara
pemberian obat:
a. Ditenggelamkan dalam tempat budidaya.
b. Disebarkan pada permukaan air
c. Dicampurkan dalam pakan
d. Dengan cara disuntikan.
3). Panen
Panen dilakukan dan disesuaikan dengan ukuran ikan yang dikehendaki atau
permintaan pasar. Untuk mencapai ukuran 600-800 gram per ekor dibutuhkan waktu
pemeliharaan selama 6-8 bulan dengan survival rate 80-90%. Panen dilakukan
secara total di dalam satu kurungan, bisa juga dilakukan secara persial
tergantung dari ukuran panen yang dikehendaki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar